ELMATRIA

EKSPLORASI MATEMATIKA CERIA

Jumat, 30 Januari 2009

JANGAN HANYA MENCETAK PENGANGGURAN TERPELAJAR

SEKLAH JANGAN HANYA MENCETAK PENGANGGURAN TERPELAJAR
Oleh: Yuridis M.D.A, S. Pd.

Seringkali kita mendengar keluhan dari anak meski hanya sekedar “clometan” bahwa sekolah merupakan sesuatu yang membosankan dan penuh tekanan. Anak sering bertanya-tanya, untuk apa materi ini dipelajari? Untuk apa kita belajar di sekolah? Apa yang akan kita lakukan setelah sekolah?. Tidak mengherankan jika akhirnya siswa mencari hal-hal yang lebih menyenangkan di sekolah yang sama sekali tidak berhubungan dengan “belajar”. Bahkan kenyataan di masyarakat, banyak insan yang sukses di suatu bidang justru tidak berhubungan dengan apa yang mereka pelajari di sekolah. Sering juga kita temui kebingungan besar oleh siswa kelas 3 SMU, “mau apa aku setelah lulus,?” atau “mau memilih jurusan apa aku di perguruan tinggi nanti”, hal itu terjadi karena SMU nya tidak membantu mereka untuk mengembangkan atau menemukan potensi diri mereka. Tragisnya, pemikiran yang banyak muncul di kalangan masyarakat, terutama pelajar, SMU hanya sebagai masa-masa indah, penuh kenangan, masa pacaran, mencari jati diri, masa untuk bersenang-senang dll. Hal itu diperparah dengan banyaknya tayangan sinetron yang menampilkan cerita masa sekolah yang hanya berkutat pada masalah pergaulan dan menepikan hal-hal seperti prestasi belajar. Di sisi lain banyak dijumpai orang-orang yang tidak sekolah justru sukses dengan berbagai pengalaman, keterampilan dan potensi dirinya. Seringkali faktor keberuntungan menjadi alasan ketimpangan keadaan itu. Alasan itu tidak sepenuhnya salah, namun jika kita cermati suatu firman “Tuhan tidak akan mengubah keadaan suatu kaum jika mereka tidak berusaha mengubahnya”, maka seyogyanya apa yang dikerjakan siswa di sekolah merupakan suatu usaha yang bermanfaat dalam kehidupannya di masyarakat. Oleh karena itu kesempatan sekolah harus diprioritaskan untuk menemukan, mempelajari, dan menguasai, potensi apa yang bisa menjadi bekal hidup siswa nantinya.
Memperhatikan keadaan yang sudah bertahun-tahun dialami bangsa kita ini, masyarakat pendidikan sepertinya hanya sibuk mengeluh tentang kebijakan Pemerintah mengenai sistem Pendidikan terutama Kurikulum. Pun sebenarnya kurikulum apapun memiliki tujuan yang sangat baik dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Dan perubahan kurikulum tidak perlu menjadi keluhan dan kebingungan jika insan pendidikan mau “menjemput bola” mencari sumber-sumber informasi pendidikan di internet atau tempat-tempat lain tanpa harus menunggu penjelasan teman atau seminar.
Sebenarnya Kurikulum hanyalah salah satu dari beberapa faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar anak. Boleh jadi, jika faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi hasil belajar siswa dimaksimalkan guru, Kurikulum maupun sistem pendidikan seperti apapun akan bisa menghasilkan kemajuan bagi siswa dan dunia pendidikan. Faktor eksternal (luar) tersebut meliputi: lingkungan belajar, suasana belajar, proses belajar, dll. Sedangkan faktor internal (dalam) meliputi: bakat/potensi, minat, semangat, kejiwaan, dll.
Sekolah seharusnya jangan hanya menjadi batu pijakan untuk mendapat nilai ijazah saja, tetapi seharusnya menjadi tempat untuk mengembangkan potensi anak yang diberikan Tuhan sejak lahir. Tapi ironisnya potensi-potensi itu terabaikan dengan lebih tercurahkannya pikiran anak pada aspek akademik saja. Tidakkah disadari, bahwa, kesuksesan bisa didapat melaui usaha-usaha dan bakat anak di berbagai bidang, misalnya olahraga, musik, bisnis, dll. Seharusnya sekolah menjadi tempat untuk menyiapkan anak untuk kreatif memaksimalkan potensinya dalam rangka menghadapi realita di masyarakat setelah anak lulus sekolah.
Saran kecil yang ditawarkan penulis adalah, (1) sebaiknya sekolah lebih serius menggarap lembaga pengembangan potensi diri peserta didik. (2) Negara selain mempertimbangkan prestasi akademis siswa, juga mempertimbangkan prestasi di luar akademis untuk menentukan kelulusan siswa, yang berhubungan dengan minat, bakat, keahlian, keterampilan, kecakapan hidup anak. Format penilaian sendiri dilakukan oleh guru dengan mengamati penerapan keahlian siswa itu di masyarakat, atau prestasi siswa yang berhubungan dengan objek penilain yang dipilihnya tersebut.
Ponorogo January 2009
Yuridis Madyarsa, D.A, S. Pd.
Guru SMPN 1 JETIS, PonorogoDemikian, sekelumit rekaman pemikiran saya, semoga bisa bermanfaat bagi semua pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

what's your comment...???